Selasa, 06 November 2018

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP DAS DI KOTA BATU, JAWA TIMUR

 BAB I
PENDAHULUAN


1.       LATAR BELAKANG
Perubahan penggunaan lahan menyebabkan adanya perubahan kondisi debit banjir DAS. Akibat adanya alih fungsi lahan, air hujan yang jatuh lebih berpotensi menjadi aliran permukaan daripada terserap oleh permukaan tanah.  Berdasarkan laporan BMKG, saat ini 60% daerah di Indonesia telah memasuki musim penghujan. Ketika musim penghujan tiba penduduk yang bermukim diatas bantaran sungai maupun kawasan rendah yang sering terjadi banjir mulai was-was dan bertindak antisipatif. Salah satu penyebab utama terjadinya banjir adalah perubahan tata guna lahan di daerah aliran sungai (DAS).
Daerah aliran sungai (DAS) berfungsi menampung air yang berasal dari air hujan dan sumber-sumber air lainnya yang penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah sekitar sungai, dan meliputi daerah punggung bukit atau gunung yang merupakan tempat sumber air sampai dan semua curahan air hujan yang mengalir ke sungai, sampai ke daerah dataran, dan ke muara sungai.
Peran dan fungsi DAS sangat penting bagi manusia, namun peran dan fungsi tersebut sering kali tergganggu akibat perubahan tata guna lahan (land use), baik di hulu maupun hilir. Pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang begitu pesat membuat perubahan tata guna lahan marak terjadi. Selain itu, di era desentralisasi dan otonomi daerah dimana kewenangan yang diberikan pemerintah pusat ke pemerintah daerah lebih besar dalam hal perizinan tata guna lahan, marak sekali terjadi perubahan fungsi kawasan DAS.
          Perubahan fungsi lahan di kawasan hulu DAS terutama dari hutan menjadi lahan pertanian budidaya dapat berdampak pada berkurangnya fungsi resapan air dan meningkatnya perbedaan debit maksimum-minimum (run off), erosi dan sedimentasi. Jika debit limpasan permukaan maksimum, otomatis debit banjir di sungai mengalami peningkatan dan apabila sungai tidak dapat menampung debit tersebut, pasti air akan meluap dan menggenangi kawasan sekitarnya. Sedangkan ketika debit minimum kekeringan akan terjadi, khususnya pada mata air yang terdapat bangunan penangkap air. Apabila hutan di kawasan DAS dibuka untuk kepentingan budidaya pertanian, industri, pembangunan perumahan, perkantoran, kawasan bisnis, dan pembangunan sarana fisik lainnya akan berdampak pada naiknya debit puncak dari 5 - 35 kali karena di DAS tidak ada yang menahan maka aliran permukaan (run off) menjadi besar, sehingga berakibat pada meningkatnya debit sungai.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.       LANDASAN TEORI
           Upaya pengendalian banjir pada suatu wilayah bisa berbeda dengan wilayah lain. Dalam sistem pengendalian banjir yang ditangani adalah air yang berlebih yang terdapat dalam sungai. Kelebihan air ini utamanya disebabkan kelebihan pasokan air di daerah hilir. Oleh karena itu penanganan masalah banjir memerlukan penanganan menyeluruh dari hilir sampai muara sungai.
2.1     ANALISIS CURAH HUJAN
                Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space). Maka untuk kawasan yang luas satu satu alat penakar hujan belum dapat meng-gambarkan wilayah hujan tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam dan/atau disekitar kawasan tersebut. Ada tiga macam cara yang umum dipakai untuk menghitung hujan kawasan. (1) Rata-rata Aljabar, (2) Poligon Thiessen, dan (3) Isohyet. Namun yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Rata-rata Aljabar dan Poligon Thiessen. Untuk cara rata-rata Aljabar, hujan kawasan diperoleh dari persamaan:
Dimana :
R  =  ∑Rn / n

R = Curah hujan rencana (mm/jam)
R,R = Curah hujan pada setiap stasiun (mm/jam)
n = Banyaknya pos penakar hujan Untuk cara Poligon Thiessen, hujan kawasan diperoleh dari persamaan :
R  =  ∑Rn An / An

Dimana :
R1, R2,....Rn = Curah hujan pada setiap stasiun
A1, A2,....An = Luas sub daerah yang mewakili stasiun
R = Besaran curah hujan DAS

2.2     ANALISIS CURAH HUJAN RENCANA
              Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan adalah:
                   1. Distribusi Normal
                   2. Distribusi Log Normal
                   3. Distribusi Log Pearson III
                   4. Distribusi Gumbel
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness (kecondongan atau kemecengan).

2.3     ANALISIS DEBIT BANJIR RENCANA
                   Debit banjir maksimum tidak mudah diperoleh, karena kelangkaan data dan pada kesulitan mengukur debit pada saat banjir. Oleh karena itu banyak rumus-rumus empiris yang dikembangkan oleh para pakar. Dalam penelitian ini, dipakai metode Rasional untuk perhitungan analisis debitbanjir rencananya, yang mempunyai persamaan:
Q  = 0,278 . 𝐶. 𝐼. 𝐴
Dimana:
Q  = Debit banjir rencana (m²/detik)
C = Koefisien limpasan
I   = Intensitas curah hujan maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A  = Luas daerah aliran (km²)

             a.) Koefisien Limpasan (Run Off Coefisien)
   Berdasarkan koefisien limpasan tergantung dari beberapa faktor, misalnya faktor daerah pengalirannya yaitu jenis tanah, kemiringan, keadaan hutan penutupnya dan sebagainya juga tergantung dari besar kecilnya banjir.
          b.) Intensitas Hujan
              Intensitas hujan pada umumnya untuk wilayah Indonesia sangat sulit didapat, maka untuk mendapatkan intensitas hujan (RT) selama waktu konsentrasi (t) digunakan rumus yang telah dikembangkan oleh Dr. Mononobe.
Rt = (R24/24) x (24/t)2/3

Dimana :
Rt = Intensitas dalam T jam (mm/jam)
R 24 = Hujan harian efektif (jam)
t = Waktu konsentrasi hujan (jam)



BAB III
METODE PENELITIAN

          Daerah penelitian berada di DAS Brantas Bagian Hulu, Kota Batu, Propinsi Jawa Timur. Penelitian dilakukan di Sub DAS Brantas Hulu yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Kali Brantas Bagian Hulu. Outlet yang digunakan adalah outlet yang berada SPAS Gadang di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. DAS Brantas Hulu yang secara administratif terletak di wilayah Kota Batu, sebagian Kabupaten Malang dan Kotamadya Malang. Secara geografis DAS terletak pada 110°30′ BT sampai 112°55′ BT dan 7°01′ LS samp ai 8°15′ LS. DAS Brantas mempunyai panjang ± 320 km dan memiliki luas wilayah sungai ± 14.103 km2 yang mencakup ± 25% luas Propinsi Jawa Timur atau ± 9% luas Pulau Jawa. Perkembangan Kota Batu yang pesat karena prospek pariwisata, hasil perkebunan dan pertanian menyebabkan pertambahan penduduk tinggi.
          DAS Brantas Hulu merupakan daerah yang setiap tahunnya terdapat alih fungsi lahan untuk digunakan sebagai lahan perkebunan dan pertanian untuk tanaman sayuran. Alih fungsi hutan cenderung berubah menjadi tanaman apel, kentang dan wortel. Dari permasalahan tersebut dapat diindikasi perubahan penggunaan akan mempengaruhi debit puncak banjir yang terdapat di outlet DAS Brantas Hulu.
          Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Data yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah data sekunder yang meliputi :
               1.  Data debit banjir jam-jaman DAS Brantas Hulu Stasiun Pengamatan Aliran Sungai Gadang tahun 2003 dan 2007 bulan Januari, Februari, Maret, April, November, Desember.
              2.  Data curah hujan harian Stasiun Pengamatan HujanTinjomoyo, Ngaglik, Temas, Pujon, Tlengkung, Pendem, Ngujung tahun 2003 dan 2007.
              3.  Peta penggunaan lahan Sub DAS BrantasHulu beserta data luas penggunaan lahan tahun 2003 dan 2007 skala 1:50.000. Teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan statistika inferensial dan analisa spasial.Teknik analisis data pada statistika inferensial digunakan metode regresi dan uji beda. Analisa pengaruh antara variabel dependen dan variabel independen dilakukan menggunakan regresi linear sederhana. Setelah itu dilakukan ujiF, uji R2 dan uji-t. Sedangkan untuk uji beda digunakan T-test untuk mengetahui apakah adanya perbedaan antara data hujan dan data debit puncak banjir yang terdapat pada tahun 2003 dan 2007. Analisa spasial digunakan untuk menjelaskan karakteristik penggunaan lahan dan perubahannya yang terdapat pada tahun 2003 dan tahun 2007.


BAB IV
PEMBAHASAN

          Hasil dari Peta Penggunaan Lahan menunjukkan bahwa sub DAS Brantas Hulu yang sesuai dengan standar Badan Standarisasi Nasional memilki tujuh bentuk penggunaa lahan diantaranya adalah hutan lahan kering, perkebunan, permukiman, padang rumput, sawah, semak belukar, dan ladang. Perkembangan penggunaan lahan dianalisa dengan cara proses tumpangsusun (intersect) antara peta penggunaan lahan tahun 2003 dan tahun 2007, sehingga dihasilkan perubahan penggunaan lahan baik luas dan jenis penggunaannya.
          Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS Brantas Hulu difokuskan pada koefisien aliran permukaan (C), debit maksimum (Qmax) dan debit minimum (Qmin).Perhitungan koefisien aliran permukaan (C) dengan Persamaan 3 (C=(Q/R)) menggunakan data curah hujan rata-rata. Hasil analisis data menunjukkan bahwa koefisien aliran permukaan dan koefisien regim sungai (KRS) akan meningkat seiring dengan penurunan proporsi luas hutan dan peningkatan proporsi penggunaan lahan lainnya.
            Hasil olah data transformasi antara variabel curah hujan dan debit puncak banjir tahun 2003 dan 2007 menggunakan analisis regresi linear sederhana menunjukkan adanya peningkatan besar hubungan antara curah hujan dan debit puncak pada tahun 2003 dan pada tahun 2007. Pada tahun 2003 besar korelasi (R) antara curah hujan dan debit puncak banjir sebesar 0,59 dan meningkat pada tahun 2007 menjadi sebesar 0,82. Sama halnya dengan koefisien determinasi yang meningkat dari tahun 2003 sebesar 34% menjadi hampir dua kali lipat pada tahun 2007 sebesar  67%. Dari penjelasan faktor-faktor  yang mempengaruhi besar aliran permukaan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor penggunaan lahan merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap respon DAS terutama pada perubahan debit puncak banjir, karena faktor luas, bentuk, topografi dan hujan tidak terjadi perubahan pada tahun 2003 hingga tahun 2007.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1.       KESIMPULAN
               a.  Karakteristik hidrologi DAS Brantas tidak hanya ditentukan oleh sifat curah hujannya, akan tetapi juga ditentukan oleh sifat topografi dan jenis penggunaan lahannya. Penggunaan lahan hutan dan sawah di Sub DAS Brantas Hulu mengalami penurunan luas sebesar 6%. Sedangkan jenis penggunaan lahan perkebunan, permukiman dan semak belukar mengalami peningkatan luas lahan dari tahun 2003 ke tahun 2007 sebesar 9% untuk permukiman, dan 7% untuk perkebunan dan semak belukar. Perubahan penggunaan lahan di kawasan Kota Batu dalam lima tahun terakhir ini telah mengakibatkan berubahnya fungsi hidrologi DAS, yang secara nyata telah meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir bagi DKI Jakarta.
              b.  Data curah hujan pada tahun 2003 dan 2007 memiliki variasi data yang sama dengan ditunjukkan dengan nilai signifikansi t-test sebesar 0,455 sehingga lebih dari nilai signifikan 0,05. Sedangkan pada data debit puncak yang terjadi pada tahun 2003 dan 2007 menunjukkan bahwa kedua variasi data terdapat adanya perubahan dengan ditunjukkan adanya perbedaan dengan nilai signifikansi t-test sebesar 0,000 sehingga kurang dari nilai signifikan 0,05.

2.       SARAN
     a. Perlu adanya koordinasi dan sinkronisasi antara Pemerintahan Daerah Kota Batu dan masyarakat setempat agar pembangunan dan pemeliharaan disekitar saluran bisa di atur dan dijaga dengan baik.
          b. Pengelolaan DAS harus dilakukan melalui satu ystem yang dapat memberikan, produktivitas lahan yang tinggi, kelestarian DAS dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA