BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG
Perubahan
penggunaan lahan menyebabkan adanya perubahan kondisi debit banjir DAS. Akibat adanya
alih fungsi lahan, air hujan yang jatuh lebih berpotensi menjadi aliran permukaan
daripada terserap oleh permukaan tanah. Berdasarkan laporan BMKG, saat
ini 60% daerah di Indonesia telah memasuki musim penghujan. Ketika musim
penghujan tiba penduduk yang bermukim diatas bantaran sungai maupun kawasan
rendah yang sering terjadi banjir mulai was-was dan bertindak antisipatif. Salah satu penyebab utama terjadinya banjir
adalah perubahan tata guna lahan di daerah aliran sungai (DAS).
Daerah
aliran sungai (DAS) berfungsi menampung air yang berasal dari air hujan dan
sumber-sumber air lainnya yang penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan
ditata berdasarkan hukum-hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah
sekitar sungai, dan meliputi daerah punggung bukit atau gunung yang merupakan
tempat sumber air sampai dan semua curahan air hujan yang mengalir ke sungai,
sampai ke daerah dataran, dan ke muara sungai.
Peran
dan fungsi DAS sangat penting bagi manusia, namun peran dan fungsi tersebut
sering kali tergganggu akibat perubahan tata guna lahan (land use), baik
di hulu maupun hilir. Pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang begitu pesat
membuat perubahan tata guna lahan marak terjadi. Selain itu, di era
desentralisasi dan otonomi daerah dimana kewenangan yang diberikan pemerintah
pusat ke pemerintah daerah lebih besar dalam hal perizinan tata guna lahan,
marak sekali terjadi perubahan fungsi kawasan DAS.
Perubahan
fungsi lahan di kawasan hulu DAS terutama dari hutan menjadi lahan pertanian
budidaya dapat berdampak pada berkurangnya fungsi resapan air dan meningkatnya
perbedaan debit maksimum-minimum (run off), erosi dan sedimentasi. Jika
debit limpasan permukaan maksimum, otomatis debit banjir di sungai mengalami
peningkatan dan apabila sungai tidak dapat menampung debit tersebut, pasti air
akan meluap dan menggenangi kawasan sekitarnya. Sedangkan ketika debit minimum
kekeringan akan terjadi, khususnya pada mata air yang terdapat bangunan penangkap
air. Apabila hutan di kawasan DAS dibuka untuk kepentingan budidaya pertanian,
industri, pembangunan perumahan, perkantoran, kawasan bisnis, dan pembangunan
sarana fisik lainnya akan berdampak pada naiknya debit puncak dari 5 - 35 kali
karena di DAS tidak ada yang menahan maka aliran permukaan (run off) menjadi besar, sehingga
berakibat pada meningkatnya debit sungai.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2. LANDASAN TEORI
Upaya
pengendalian banjir pada suatu wilayah bisa berbeda dengan wilayah lain. Dalam sistem
pengendalian banjir yang ditangani adalah air yang berlebih yang terdapat dalam
sungai. Kelebihan air ini utamanya disebabkan kelebihan pasokan air di daerah
hilir. Oleh karena itu penanganan masalah banjir memerlukan penanganan menyeluruh
dari hilir sampai muara sungai.
2.1 ANALISIS CURAH HUJAN
Data hujan yang
diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu
tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat
bervariasi terhadap tempat (space). Maka untuk kawasan yang luas satu
satu alat penakar hujan belum dapat meng-gambarkan wilayah hujan tersebut.
Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata rata
curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam dan/atau disekitar
kawasan tersebut. Ada tiga macam cara yang umum dipakai untuk menghitung hujan
kawasan. (1) Rata-rata Aljabar, (2) Poligon Thiessen, dan (3) Isohyet. Namun
yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Rata-rata Aljabar dan Poligon
Thiessen. Untuk cara rata-rata Aljabar, hujan kawasan diperoleh dari persamaan:
Dimana :
R = ∑Rn / n
R = Curah hujan rencana (mm/jam)
R₁,R₂ = Curah hujan pada setiap stasiun (mm/jam)
n = Banyaknya pos penakar hujan Untuk cara Poligon Thiessen, hujan
kawasan diperoleh dari persamaan :
R = ∑Rn An / An
Dimana :
R1, R2,....Rn = Curah hujan pada setiap stasiun
A1, A2,....An = Luas sub daerah yang mewakili stasiun
R = Besaran curah hujan DAS
2.2 ANALISIS
CURAH HUJAN RENCANA
Dalam
ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi
yang banyak digunakan adalah:
1.
Distribusi Normal
2. Distribusi Log Normal
3. Distribusi Log Pearson III
4. Distribusi Gumbel
Dalam
statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang
meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness
(kecondongan atau kemecengan).
2.3 ANALISIS DEBIT BANJIR RENCANA
Debit banjir maksimum tidak mudah diperoleh,
karena kelangkaan data dan pada kesulitan mengukur debit pada saat banjir. Oleh
karena itu banyak rumus-rumus empiris yang dikembangkan oleh para pakar. Dalam
penelitian ini, dipakai metode Rasional untuk perhitungan analisis debitbanjir
rencananya, yang mempunyai persamaan:
Q = 0,278 . 𝐶. 𝐼. 𝐴
Dimana:
Q = Debit banjir rencana (m²/detik)
C
= Koefisien limpasan
I
= Intensitas
curah hujan maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A = Luas
daerah aliran (km²)
a.) Koefisien Limpasan (Run Off Coefisien)
Berdasarkan koefisien
limpasan tergantung dari beberapa faktor, misalnya faktor daerah pengalirannya
yaitu jenis tanah, kemiringan, keadaan hutan penutupnya dan sebagainya juga
tergantung dari besar kecilnya banjir.
b.)
Intensitas Hujan
Intensitas
hujan pada umumnya untuk wilayah Indonesia sangat sulit didapat, maka untuk
mendapatkan intensitas hujan (RT) selama waktu konsentrasi (t) digunakan rumus
yang telah dikembangkan oleh Dr. Mononobe.
Rt = (R24/24) x (24/t)2/3
Dimana
:
Rt
= Intensitas dalam T jam (mm/jam)
R
24 = Hujan harian efektif (jam)
t = Waktu konsentrasi
hujan (jam)
BAB III
METODE PENELITIAN
Daerah
penelitian berada di DAS Brantas Bagian Hulu, Kota Batu, Propinsi Jawa Timur.
Penelitian dilakukan di Sub DAS Brantas
Hulu yang merupakan salah satu Sub DAS yang berada di DAS Kali Brantas Bagian
Hulu. Outlet yang digunakan adalah outlet yang berada SPAS Gadang di Kecamatan
Kedungkandang, Kota Malang. DAS Brantas Hulu yang secara administratif terletak
di wilayah Kota Batu, sebagian Kabupaten Malang dan Kotamadya Malang. Secara
geografis DAS terletak pada 110°30′ BT sampai
112°55′ BT dan 7°01′ LS samp ai 8°15′ LS. DAS
Brantas mempunyai panjang ± 320 km dan memiliki luas wilayah sungai ± 14.103
km2 yang mencakup ± 25% luas Propinsi Jawa Timur atau ± 9% luas Pulau Jawa. Perkembangan
Kota Batu yang pesat karena prospek pariwisata, hasil perkebunan dan pertanian
menyebabkan pertambahan penduduk tinggi.
DAS
Brantas Hulu merupakan daerah yang setiap tahunnya terdapat alih fungsi lahan
untuk digunakan sebagai lahan perkebunan dan pertanian untuk tanaman sayuran.
Alih fungsi hutan cenderung berubah menjadi tanaman apel, kentang dan wortel.
Dari permasalahan tersebut dapat diindikasi perubahan penggunaan akan
mempengaruhi debit puncak banjir yang terdapat di outlet DAS Brantas Hulu.
Jenis
data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Data sekunder
diperoleh dari instansi-instansi terkait. Data yang digunakan untuk mencapai
tujuan penelitian adalah data sekunder yang meliputi :
1. Data debit banjir jam-jaman DAS Brantas Hulu
Stasiun Pengamatan Aliran Sungai Gadang tahun 2003 dan 2007 bulan Januari,
Februari, Maret, April, November, Desember.
2. Data
curah hujan harian Stasiun Pengamatan HujanTinjomoyo, Ngaglik, Temas, Pujon,
Tlengkung, Pendem, Ngujung tahun 2003 dan 2007.
3. Peta
penggunaan lahan Sub DAS BrantasHulu beserta data luas penggunaan lahan tahun
2003 dan 2007 skala 1:50.000. Teknik analisis data yang digunakan adalah
menggunakan statistika inferensial dan analisa spasial.Teknik analisis data
pada statistika inferensial digunakan metode regresi dan uji beda. Analisa
pengaruh antara variabel dependen dan variabel independen dilakukan menggunakan
regresi linear sederhana. Setelah itu dilakukan ujiF, uji R2 dan
uji-t. Sedangkan untuk uji beda digunakan T-test untuk mengetahui apakah adanya
perbedaan antara data hujan dan data debit puncak banjir yang terdapat pada
tahun 2003 dan 2007. Analisa spasial digunakan untuk menjelaskan karakteristik
penggunaan lahan dan perubahannya yang terdapat pada tahun 2003 dan tahun 2007.
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil
dari Peta Penggunaan Lahan menunjukkan bahwa sub DAS Brantas Hulu yang sesuai
dengan standar Badan Standarisasi Nasional memilki tujuh bentuk penggunaa lahan
diantaranya adalah hutan lahan kering, perkebunan, permukiman, padang rumput,
sawah, semak belukar, dan ladang. Perkembangan penggunaan lahan dianalisa dengan
cara proses tumpangsusun (intersect)
antara peta penggunaan lahan tahun 2003 dan tahun 2007, sehingga dihasilkan perubahan
penggunaan lahan baik luas dan jenis penggunaannya.
Pengaruh
perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS Brantas Hulu
difokuskan pada koefisien aliran permukaan (C), debit maksimum (Qmax) dan debit
minimum (Qmin).Perhitungan koefisien aliran permukaan (C) dengan Persamaan 3
(C=(Q/R)) menggunakan data curah hujan rata-rata. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa koefisien aliran permukaan dan koefisien regim sungai (KRS)
akan meningkat seiring dengan penurunan proporsi luas hutan dan peningkatan proporsi
penggunaan lahan lainnya.
Hasil olah data transformasi antara
variabel curah hujan dan debit puncak banjir tahun 2003 dan 2007 menggunakan
analisis regresi linear sederhana menunjukkan adanya peningkatan besar hubungan
antara curah hujan dan debit puncak pada tahun 2003 dan pada tahun 2007. Pada
tahun 2003 besar korelasi (R) antara curah hujan dan debit puncak banjir
sebesar 0,59 dan meningkat pada tahun 2007 menjadi sebesar 0,82. Sama halnya
dengan koefisien determinasi yang meningkat dari tahun 2003 sebesar 34% menjadi
hampir dua kali lipat pada tahun 2007 sebesar
67%. Dari penjelasan faktor-faktor
yang mempengaruhi besar aliran permukaan tersebut dapat disimpulkan
bahwa faktor penggunaan lahan merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh
terhadap respon DAS terutama pada perubahan debit puncak banjir, karena faktor
luas, bentuk, topografi dan hujan tidak terjadi perubahan pada tahun 2003
hingga tahun 2007.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
a. Karakteristik
hidrologi DAS Brantas tidak hanya ditentukan oleh sifat curah hujannya, akan
tetapi juga ditentukan oleh sifat topografi dan jenis penggunaan lahannya.
Penggunaan
lahan hutan dan sawah di Sub DAS Brantas Hulu mengalami penurunan luas sebesar
6%. Sedangkan jenis penggunaan lahan perkebunan, permukiman dan semak belukar
mengalami peningkatan luas lahan dari tahun 2003 ke tahun 2007 sebesar 9% untuk
permukiman, dan 7% untuk perkebunan dan semak belukar. Perubahan penggunaan
lahan di kawasan Kota Batu dalam lima tahun terakhir ini telah mengakibatkan berubahnya
fungsi hidrologi DAS, yang secara nyata telah meningkatkan frekuensi dan
intensitas banjir bagi DKI Jakarta.
b. Data curah hujan pada tahun 2003 dan 2007
memiliki variasi data yang sama dengan ditunjukkan dengan nilai signifikansi
t-test sebesar 0,455 sehingga lebih dari nilai signifikan 0,05. Sedangkan pada
data debit puncak yang terjadi pada tahun 2003 dan 2007 menunjukkan bahwa kedua
variasi data terdapat adanya perubahan dengan ditunjukkan adanya perbedaan
dengan nilai signifikansi t-test sebesar 0,000 sehingga kurang dari nilai
signifikan 0,05.
2. SARAN
a. Perlu adanya koordinasi dan sinkronisasi
antara Pemerintahan Daerah Kota Batu dan masyarakat setempat agar pembangunan
dan pemeliharaan disekitar saluran bisa di atur dan dijaga dengan baik.
b. Pengelolaan DAS harus dilakukan melalui
satu ystem yang dapat memberikan, produktivitas lahan yang tinggi, kelestarian
DAS dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
3. https://media.neliti.com/media/publications/144952-ID-pengaruh-perubahan
penggunaan-lahan terh.pdf